Minggu, 23 Oktober 2011

TUJUH GOLONGAN YANG MENDAPAT NAUNGAN ALLAH SWT DI HARI KIAMAT

Dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda:
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.(1)Pemimpin yang adil, (2) Seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabbnya, (3) Seorang yang hatinya selalu terikat pada masjid, (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, berkumpul dan berpisah karena Allah pula, (5) Seorang lelaki yang di ajak zina oleh wanita yang kaya dan cantik tapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’, (6) Seseorang yang bersedekah dengan menyembuyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dinfaqkan oleh tangan kanannya, serta (7) Seorang yang berzikir kepada Allah di kala sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (Shohih Bukhari, Hadits no 620)
Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Pemimpin yang adil. Pemimpin di sini bisa saja presiden, gubernur, bupati, camat, lurah atau kepala rumah tangga (suami). Karena setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai Allah swt. pertanggungjawabannya kelak. Untuk itu, seorang pemimpin harus bertindak adil sehingga semua orang yang dipimpinya bisa merasakan pelayanan yang maksimal dan penegakan ketentuan yang benar.
2. Pemuda yang tumbuh dalam ketaatan (ibadah). Masa muda adalah masa di mana syahwat sedang memuncak sehingga tidak jarang banyak pemuda terjerumus dalam kemaksiatan. Pemuda yang mampu mengisi hari-harinya dengan ibadah adalah yang terselamatkan di hari kiamat. Sebagaimana kisah Ashabul Kahfi (Para pemuda Kahfi) yang menghindari kezaliman penguasa untuk menyelamatkan aqidah mereka.
3. Seorang yang hatinya terikat dengan masjid. Orang yang tidak akan melewatkan setiap kesempatan untuk memakmurkan masjid dengan ibadah dan amal-amal sholeh, terutama sholat fardhu berjama’ah. Hatinya selalu ‘risau’ bila jauh dari masjid, dan merasa sedih bila tak bisa mendatanginya di waktu-waktu sholat berjama’ah dan ketika majelis dzikir diadakan.
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul dan berpisah karena Allah. Tingkatan hubungan keimanan tertinggi adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah. Bila dua orang saling mencintai karena masing-masing selalu menjaga kecintaannya pada Allah, bertemu dalam kerangka mengingat Allah dan berpisah dengan tetap dalam dzkir pada Allah maka keduanya akan selamat di hari kiamat.
5. Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang perempuan kaya dan cantik tetapi ia menolak dan berkata “Aku takut pada Allah”. Sebagaimana kisah nabi Yusuf as. yang digoda oleh Zulaikha, keduanya saling cenderung sehingga jika bukan karena tanda dari Allah maka keduanya akan bermaksiat sehingga Yusuf berkata: “Ya Allah, lebih baik hamba dipenjara daripada harus bermaksiat kepadamu”. Sesuatu yang saat ini mungkin sangat jarang ditemui.
6. Seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kiri tidak tau apa yang diberikan oleh tangan kanan. Amal yang disertai dengan keikhlasan adalah salah satu syarat diterimanya amal oleh Allah swt. Keikhlasan adalah hal yang sulit dan karenanya hanya orang-orang yang ikhlas saja yang tidak akan disesatkan oleh syaitan.
7. Seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam kesunyian sehingga meneteskan air mata. Dzikir bagi orang beriman ibarat nafas bagi makhluk hidup, ketika seseorang tidak lepas dari dzikir baik di siang maupun di malam hari maka seolah makhluk hidup yang selalu bisa bernafas bebas. Mengingat Allah hingga meneteskan air mata adalah sesuatu yang sulit, kecuali bagi orang yang hatinya telah lunak oleh hidayah Allah. Sebagaimana ciri orang beriman, ketika mendengar kalimat Allah maka bergetarlah hatinya dan ketika mendengar Al Qur-an maka bertambahlah iman mereka.
Semoga kita bisa menjadi salah satu atau lebih dari golongan yang mendapatkan naungan Allah di hari kiamat, karena hanya dengan naungan Allah saja kita akan diselamatkan dari kepedihan di hari pembalasan tersebut. Aamiin.
Wallahu a’lam bishowab.

Kamis, 13 Oktober 2011

" MENJAGA SHALAT "

Orang yang sombong, bukan hanya orang yang memamerkan kekayaan, bukan pula orang yang membanggakan jabatan dan sebagainya. Tetapi juga orang yang tidak mengerjakan shAlatpun bisa dikatakan orang yang sombong. Mengapa tidak? Bukankah Allah swt. yang telah menjadikan dirinya dari segumpal darah dan daging hingga menjadi manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Maka sudah sepatutnya, kita sebAgai manusia harus selalu mengingat dan bersyukur kepada-Nya. Firman Allah Swt. :
“Dirikanlah shalat untuk mengingatku”
Dari ayat di atas, kita diwajibkan oleh Allah untuk mendirikan shalat dengan tujuan mengingatnya. Karena dengan shalatlah kita mendekatkan diri dan selalu mengingat Allah dalam keseharian kita. Rosulullah Saw. bersabda:
“Apakah pendapat kamu, apabila dimuka pintu salah satu rumah kamu ada satu sungai yang kamu mandi padanya tiap hari lima kali. Adakah tinggal olehnya kotoran?” serentak sahabat menjawab: “ tidak ada, ya rosulullah”. Beliau bersabdah : maka begitu juga perumpamaan shalat lima waktu, dengan itu Allah menghapus kesalahan.
“( Muttafaq ‘alaih)
Sebagai pribadi muslim kita tentu harus selalu menjalankan shalat karena itu adalah kewajiban kita. Dan sebagai orang tua tentu kita harus juga berupaya semaksimal mungkin menjaga agar anak-anak dan keluarga kita tidak lalai atas kewajiban shalatnya.
Orang non Islam tidak akan berani menghancurkan islam secara terang-terangan. Mereka harus berpikir seribu kali untuk menghancurkan mesjid-mesjid tempat ibadahnya kaum muslimin, tetapi dengan akal mereka yang licik, mereka upayakan strategi agar generasi Islam makin jauh lupa terhadap shalat dan kewajiban-kewajiban lainnya. Mereka gencarkan flaystation, film, sinetron dan tontonan menarik di televisi dan lain sebagainya.
Adapun ancaman bagi yang melalaikan shalat fardlu diantaranya:
 Dicabut keberkahan umurnya.
 Terhapus ciri-ciri keshalihan diwajahnya.
 Seluruh amal perbuatannya tidak diberi pahala oleh Allah Swt.
 Doanya tidak diangkat ke langit.
 Tidak mendapat bagian dari doa orang-orang shalih.
Adapun siksaan bagi orang-orang yang melalikan shalat fardlu, saat
kematian dating yaitu:
 Mati dalam kehinaan.
 Mati dalam kelaparan.
 Mati dalam kehausan walaupun diminumkan air lautan di dunia ini, tidak
akan menghilangkan rasa hausnya.
Adapun siksaan dalam kubur bagi orang yang melalaikan shalat fardlu,
yaitu:
 Dihimpit oleh kuburnya, sehingga tulang rusuk kiri dan kanan saling
bersilangan.
 Dinyalakan api di dalam kuburnya dan ia diguling-gulingkan di dalam itu
siang dan malam.
 Allah memasukkan ular berbisa bernama Syaju‟ul-aqro‟ ke dalam
kuburnya dan yang kedua matanya memancarkan api dan kukunya dari
besi yang panjang setiap kukunya sepanjang sehari perjalanan.
Adapun sisksaan pada hari kebangkitatn bagi orang yang melalaikan
shalat fardlu, yaitu:
 Dihisap denagn sangat berat.
 Dimurkai oleh Allah Swt.
 Dilemparkan ke dalam neraka (dalam hadits az-Zawajir):
“Dari Naufal bin Mu‟awiyah ra. Bahwa nabi Saw. bersabda: „Barang siapa terlepas satu shalatnya. Seolah-olah ia telah kehilangan seruluh keluarganya dan hartanya‟.” (Ibnu Hibban at-Targhib)
Marilah kita lebih meningkatkan ibadah shalat dengan mengajak anak cucu dengan segenap keluarga agar kita termasuk orang yang memperoleh janji Allah yakni kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena baik buruknya anak-cucu kita tergantung ikhtiar orang tua dalam mendidik dan membinanya. Mudah-mudahan kita kaum muslimin, selalu diberi Allah petunjuk untuk mengerjakan segala perintahnya dan menjahui segala larangannya.

" PESONA KELEMBUTAN ISLAM "

Di antara akhlak Nabi Saw. yang paling menonjol, beliau adalah pribadi yang lemah-lembut. Kesaksian semua orang yang pernah semasa dengan beliau, menggambarkan bahwa beliau tidak pernah berkata kasar, tidak pernah mengumpat, dan tidak pernah berlaku bengis. Bahkan, beliau Saw. tidak pernah marah, kecuali terhadap perbuatan yang melanggar kehormatan agama.
Dalam ungkapan yang singkat, Dr. Yusuf al-Qardhawi mengatakan, “Barangsiapa membaca sunnah Rasul Saw., baik dalam perkataan maupun perbuatan, maka akan menemukan pancaran kelemahlembutan dalam berdakwah dan interaksi sehari-hari.”
Ada beberapa hikmah yang bisa kita peroleh dari perangai lemah-lembut, seperti telah dicontohkan oleh Nabi Saw. Yaitu di antaranya: Pertama, kelemahlembutan bisa membuat kita menjadi pribadi yang indah. Secara garis besar, Allah Swt. mengkaruniakan dua keindahan kepada manusia: keindahan fisik, dan keindahan kepribadian. Manusia pada umumnya mudah terpukau oleh keindahan fisik. Namun, keindahan fisik ini akan segera kehilangan kesan bila tingkah-laku dan kata-katanya kasar. Di sinilah, kelemahlembutan menjadi kunci untuk mewujudkan pribadi yang indah. Nabi Saw. bersabda:
"إن الله يعطي على الرفق ما لا يعطي على العنف, وما لا يعطي على ما سواه".
“Sesungguhnya Allah memberi (keutamaan) kepada kelemahlembutan, yang tidak diberikanNya kepada kekerasan, dan tidak juga diberikanNya kepada (sifat-sifat) yang lain.” (HR. Muslim dari ‘Aisyah ra.)
Dalam kesempatan lain, Nabi Saw. bersabda:
"إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه, ولا ينزع من شيء إلا شانه".
“Sesungguhnya kelemahlembutan tidak melekat pada sebuah pribadi kecuali sebagai perhiasan, dan tidak terlepas darinya kecuali sebagai keaiban.” (HR. Muslim)
Kedua, kelemahlembutan bisa membentuk orang-orang dan lingkungan di sekitar kita. Banyak Sahabat radhiyalLahu ta’âlâ ‘anhum yang memperoleh hidayah (masuk Islam) setelah menyaksikan pribadi Nabi Saw. yang lemah-lembut. Salah satunya: Tsumâmah bin Atsâl ra.
Suatu hari, Tsumâmah yang masih musyrik tertangkap dalam sebuah peperangan melawan kaum Muslimin. Ketika Nabi Saw. menjenguk para tawanan, beliau sempat bertanya kepada Tsumâmah, “Apa yang ingin kau katakana, wahai Tsumâmah?”
Tsumâmah menjawab, “Jika kau hendak membunuhku, hai Muhammad, sesungguhnya kau membunuh seseorang yang memiliki pengaruh kuat. Jika mau berbuat baik kepadaku, maka kau berbuat baik kepada orang yang tahu berterima kasih. Dan jika kau ingin harta tebusan.......
sebutkan saja berapa pun jumlahnya, pasti akan aku bayar.”
Namun Nabi Saw. tidak memerintahkan untuk membunuh Tsumâmah, atau meminta tebusan darinya. Beliau Saw. malah mengingatkan para Sahabat ra. agar merawat Tsumâmah dan tawanan lainnya dengan baik.
Demikianlah, sampai tiga kali kesempatan Nabi Saw. menanyakan hal yang sama kepada Tsumâmah, ia terus menantang untuk dibunuh saja atau membayar tebusan dalam jumlah yang besar.
Setelah para tawanan tersebut dirawat hingga pulih kondisi mereka, alih-alih mereka dibunuh atau dimintai uang tebusan; Nabi Saw. dengan senyum mengembang malah membebaskan mereka tanpa syarat dan menyuruh mereka untuk kembali kepada keluarga masing.
Tsumâmah pun beranjak meninggalkan Nabi Saw dan para Sahabat ra. Namun tak lama berselang, ia kembali menghadap Nabi Saw., mengikrarkan keislamannya. Lalu ia berkata, “Sungguh, wahai Rasulullah, sebelum ini tiada orang yang paling saya benci di dunia selain anda. Tapi sekarang anda menjadi orang yang paling saya cintai di dunia ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, kelemahlembutan adalah pelindung hati dari noda dan penyakit kalbu. Yang perlu disadari, ketika kita berkata kasar dan mengumpat, sebenarnya kita tidak sedang merugikan orang lain. Tapi, terlebih lagi, kita sedang menodai hati kita sendiri, mengotorinya dengan kekasaran, serta membuatnya menjadi keras.
Suatu kali, Nabi Saw. tengah dudukbersama Aisyah ra. Lalu melintaslah sekelompok orang Yahudi di hadapan beliau. Tiba-tiba mereka menyapa Nabi Saw. dengan memelesetkan ungkapan “Assalâmu’alaikum” menjadi “Assâmu ‘alaika”—kebinasaan atasmu, hai Muhammad.
Mendengar serapah orang-orang Yahudi itu, Aisyah ra. naik pitam dan balik memaki mereka. Namun Nabi Saw. segera menenangkan Aisyah ra. dan memintanya agar tidak mengotori mulut dan hatinya dengan kekasaran dan kebencian. Lalu beliau memberikan alasan:
"إن الله رفيق ويحب الرفق في الأمر كله".
“Sesungguhnya Allah Swt. lembut, dan menyukai kelemahlembutan dalam segala hal.” (HR. al-Bukhari)

Lemah-lembut dalam tutur kata, lemah-lembut dalam canda, serta lemah-lembut dalam tingkah-laku ternyata merupakan salah satu keteladanan yang paling menonjol dalam diri Rasulullah Saw. Dan saat ini, dalam keseharian kita, baik dalam lingkup kehidupan sosial yang paling kecil hingga yang paling besar; betapa kita menghajatkan keteladanan ini demi terus menjaga keseimbangan sosial yang kita miliki. Toh Allah Swt. telah berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu; yaitu bagi orang-orang yang mengharap (keridhaan) Allah…” (Al-Ahzâb; 21)
Kelemahlembutan bukan indikasi ketidakberdayaan, tetapi merupakan tanda kemampuan untuk mengendalikan diri. Sebaliknya, kekasaran bukan tanda kekuasaan, namun tanda kerapuhan emosional dan kelemahan kepribadian.
Pada titik singgung ini, Nabi Saw. bersabda:
"إذا أحبّ الله عبدا أعطاه الرفق. وما من أهل بيت يحرّمون الرفق إلا حرّموا الخير".
“Apabila Allah Swt. menyukai seorang hamba, maka Ia akan mengkaruniainya kelemahlembutan. Dan barangsiapa dari keluargaku yang mengharamkan/menjauhi kelemahlembutan, maka sesungguhnya dia telah menjauhi kebaikan.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

" MENJAGA DIRI DENGAN IBADAH "

“Wahai manusia sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa” (Al-Baqoroh : 21)
Wahai manusia “An-Nas” artinya semua manusia. Kata jamak dari “al-Insan”. Dalam bahasa Arab kata yang diawali dengan alif-lam (AL) menunjukkan arti istighaq yang berarti seluruh manusia. Seperti kata al-Hamdu, yang berarti segala pujian, al-A’mal artinya segala amalan, dan seterusnya.
Yang dimaksud adalah manusia secara keseluruhan. Baik laki-laki maupun perempuan, baik yang besar atau yang kecil, kaya atau miskin, rakyat atau pejabat, bahkan baik yang mukmin atau yang kafir sekalipun diperintah oleh Allah SWT dalam ayat ini untuk beribadah dan taat kepada-Nya dengan seruan “u’budu robbakum !”
Allah menciptakan langit, bumi, jin, malaikat, binatang, zat padat, cair dan gas serta segala jenis makhluk. Semua makhluk ciptaan-Nya diperintahkan untuk tunduk pada perintah-Nya. Dalam ayat ini Allah hanya menyeru khusus kepada manusia, karena memang kebanyakan manusia menyimpang dari menyembah-Nya. Mayoritas manusia memang sesat dari jalan kebenaran yang diturunkan Allah sehingga perlu untuk diseru.
Sembahlah Tuhanmu ! Manusia diperintah untuk menyembah dan beribadah hanya kepada-Nya semata. Perintah ibadah hukumnya fardhu’ain untuk semua manusia dan jin. Dengan seruan; u’budu robbakum ! ada pertanyaan, apakah perintah ibadah itu hanya sholat ? apakah ibadah itu sebatas baca al-Qur’an? Zakat, puasa, hajji, dzikir dan sebagainya ? Tentu tidak.
Namun bagaimana kalau amal yang tidak diperintahkan secara syar’i seperti makan, minum, berpakain dan masalah-masalah keduniaan yang lain? Jumhur ulama mengatakan tetap ada nilai ibadahnya manakala hal itu dilakukan untuk taqorrub kepada Allah SWT. Sehingga arti ibadah menjadi lebih luas.
Sedangkan Fudhail bin ‘iyadh mengatakan, bahwa syarat diterimanya ibadah ada dua, yakni ikhlas dan ittiba’ rosul. Ikhlas ibadahnya tapi tidak mencontoh nabi tidak akan diterima. Demikian pula sebaliknya ibadahnya sesuai benar dengan contoh nabi tapi tidak ihklas juga tidak diterima. Antara ikhlas dan ittiba’ semuanya harus ada.
Arti ibadah secara luas yakni segala hal yang mencangkup ucapan, sifat dan perbuatan yang dicintai dan diridhoi Allah SWT baik secara lahir maupun bathin. Sebagaimana hal
ini yang diterangkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pernyataan ikrar bahwa kita beribadah adalah ucapan kita dalam setiap roka’at di saat membaca surat al-fatihah; “hanya kepada-Mu kami menyembah ya Allah, dan hanya kepada-Mu pula kami mohon pertolongan”.
Sehingga ibadah berarti bahwa cinta dan benci hanya karena Allah, berharap hanya kepada Allah, takut hanya kepada Allah, berserah diri, tawakkal hanya kepada Allah, taat dan tunduk semata kepada Allah saja, menyandarakan cita-cita dan orientasi tertinggi hanya kepada Allah. Sebagaimana yang dikatakan syeikh Yahya al-Hakami; tidaklah dinamakan ibadah sehingga terkumpul di dalamnya tiga hal; takut, cinta dan ketundukan. Tidak dinamakan ibadah jika ia hanya takut atau hanya cinta namun tidak ada ketundukan.
Seorang ahli ibadah tidak harus selalu di atas sajadahnya. Seorang ‘abid tidak mesti melakukan ibadah ritual terus menerus tiada henti sebagaimana yang dilakukan oleh para pengikut tarikat sufiyah, dan tidak memperhatikan urusan dunia, sampai-sampai menelantarkan anak-anak dan istrinya. Tidak.
Hal seperti itu pernah terjadi pada zaman nabi Muhammad, yakni sahabat yang bernama Abu Darda’. Namun langsung diluruskan oleh sahabatnya Salman al-Farisi. Sehingga mereka menjadi manusia-manusia yang ahli ibadah sekaligus para penguasa dunia. Mereka diibaratkan sebagai malaikat di malam hari dan singa gurun di siang hari. Hati-hati mereka suci mnembus akhirat sedangkan tangan-tangannya menggenggam dunia. Jadilah sosok-sosok unggul seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan sahabat-sahabat yang lain. Jadilah igure Abdurrahman bin Auf yang dahulunya miskin. Disamping ia ahli ibadah ia juga saudagar kaya penguasa pasar Madinah. Bilal yang sebelumnya sebagai Budak hina menjadi gubernur Madinah. Umar bin Khotob seorang yang ahli ibadah sampai syetanpun takut ketemu umar ia juga sebagai kholifah penakhluk daratan Eropa hingga Asia. Ekspansi Islam pada zamannya dari Andalusia barat hingga China timur.
Mereka adalah umat terbaik, generasi didikan langsung nabi yang terbaik dalam semua hal Islam; aqidah, ibadah, muamalah, dakwah, manhaj, akhlaq, etos kerja, disiplin, tanggung jawab, dan sebagainya.
Yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu Siapa tuhanmu? Yaitu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kita, dari bapak-ibu,
kakek-nenek kita, buyut, moyang dan seterusnya. Di sini Allah SWT mendidik manusia dengan tauhid Rububiyyah. Yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang maha mencipta, ia pula yang memelihara ciptaan-Nya, menjamin rejekinya, mengaturnya, menjaganya, dan maha berkuasa kepada ciptaan-Nya. Kuasa untuk menghidupkan, mematikan, memuliakan, menghinakan dan sebagainya. Tiada yang kuasa melawan kebesaran-Nya.
Setelah manusia tahu dan sadar akan tauhid rububuyyah ini maka tidak ada alasan lagi untuk tidak menyembah-Nya. Setelah tahu siapa tuhan itu sebenarnya maka tidak mungkin manusia sebagai makhluk yang lemah lalai akan perintah-Nya. Tidak patut manusia sebagai hamba yang lemah tidak taat kepada tuhan yang maha Besar. Sehingga manusia sadar dengan sesadar0sadarnya makna hidup ini; siapa yang menghidupkan dahulu, untuk apa hidup ini dan kemana hidup ini.



Agar kamu bertaqwa Taqwa berasal dari kata: waqo – yaqi – wiqoyatan, artiya menjaga. Kita beribadah kepada Allah supaya diri kita terjaga. Terjaga dari apa? Terjaga dari dosa-dosa, terjaga dari perbuatan yang tidak pantas, terjaga dari siksa api neraka.
Arti ibadah adaalh semua yang ucapan ataupun perbuatan yang dicintai dan diridhoi Allah SWT dan arti taqwa juga menjaga diri, maka seorang abid hendaknya mampu menjaga dirinya dari segala hal yang dibenci dan tidak diridhoi Allah SWT.
Ibadah seeorang dikatakan berhasil apabila mampu mengantarkan pelakunya menjadi bertaqwa. Oleh karena itu semakin baik dan benar kualitas ibadah seseorang dia pasti semakin menjaga diri. Ia kian hati-hati agar tidak terperosok kepada hasutan hawa nafsu, terjerumus kepada bisikan syetan, maksiyyat, bid’ah dan kemusyrikan.
Seorang yang kualitas ibadahnya baik tentu semakin pula mampu menjaga anggota badannya dari dosa-dosa. Ia jaga lisannya, matanya, telinganya, tangannya, kakinya, hatinya dari sesuatu yang Allah benci. Jika tidak demikian. Maka bisa dipastikan ada yang salah dalam ibadahnya. Mungkin ibadahnya selama ini riya’, atau hanya rutunitas pragmatis, atau tujuannya hanya materi dunia, atau tercampuri bid’ah dan tidak sempurna sunnah-sunnahnya.
Mudah-mudahan semua ibadah kita bisa diterima oleh Allah SWT dan mampu mengantarkan kita kepada taqwa. Amiin ya mujibas sailin.

BERUNTUNGLAH YANG BERHATI MULIA

Tadabbur Al-Quran Surah Ali Imran, ayat 29: قُلْ إِن تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّ...